Saya kenal dan mulai belanja barang bekas setelah lulus SMA, sekitar 30 tahun yang lalu. Alasannya klise, harganya murah, masih nyaman dipakai, dan syukur-syukur bermerek.Cocok dipakai mbois-mboisan muda. Apalagi setelah lulus SMA saya berprinsip tak ingin membenani keuangan orang tua--yang tinggal ibu saja. Jadilah barang bekas (istilah kerennya seken) menjadi pilihan memenuhi kebutuhan. Mula-mula barang seken yang saya beli berupa pakaian: celana jins, jaket, dan kemeja kotak-kotak yang kami sebut Samijo. Saya (dan teman-teman) tak tahu sebutan aslinya. Hanya karena kemeja yang biasa dipakai lakon-lakon dalam film koboi itu kebetulan bermerek Samijo, kami menamainya Samijo. Setelah beberapa lama, baru kami tahu istilahnya: kemeja flanel. Kegemaran membeli barang bekas berlanjut ke sepatu, ponsel, kamera, barang kebutuhan sehari-hari, dan terakhir: buku. Pasar loak Comboran, Malang Sumber gambar: motogokil.com Buku masuk dalam list barang bekas yang saya gandrungi karen...
Catatan ini merupakan kelanjutan postingan sebelumnya, tentang kutipan-kutipan dalam novel Jatisaba. Ada 139 kutipan keren pada novel 241 halaman ini, yang saya bagi dalam beberapa kategori yakni: hal-hal menarik, kritik, estetika bahasa, penggambaran yang detail, nilai budaya, hal-hal lucu, serta quotes . Di samping itu ada pula 18 kelemahan yang perlu diperhatikan, yakni typo (salah ketik), kesalahan ejaan dan tanda baca, ketidaktepatan penggunaan diksi, pleonasme, perbandingan yang kurang sesuai, serta penjelasan yang kontradiktif A. Hal-hal menarik: Refleks perempuan ketika berdekatan dengan lelaki, selalu menganggap ada yang salah dan buruk dalam dirinya dan harus diperbaiki atau ditutupi. (7) K epayahan perempuan berikutnya: mudah terkesiap oleh barang-barang. (7) Malam-malam tanpa angin begini, jika kau merasa ada sesuatu berembus di tubuhmu, maka itu adalah napas hantu (16) Tidak ada tanda kehidupan yang mampu mereka pertahankan selain membuat dan melahirkan ana...
RENDANG Muram Batu Kota itu—bukan berarti daerah tingkat dua, disebut begitu karena menjadi ibu kota kabupaten, secara administrasi sebetulnya hanya kecamatan—mendadak berdenyut. Bukan karena pembangunan melejit atau sebaliknya, bukan pula karena jadi perbincangan sebab bencana, ini hanya karena makanan. — TEPATNYA, karena bupati baru begitu mengidamkan makanan yang berbahan daging dengan selimut rempah ruah. Spesial rendang Minang; hitam dan kering berminyak. Sejatinya, bupati ini bukan orang Minang. Dia Melayu asli walau ada campuran darah Aceh pada kakeknya. Sang kakek adalah anak seorang saudagar yang menikahi dara Aceh. Tapi setelah itu, sang kakek menikah dengan gadis Melayu tulen. Pun bapaknya mempersunting putri Melayu asli. Istri bupati juga bukan Minang. Dia malah Jawa. Si istri adalah generasi ketiga dari keluarga Jawa yang dipaksa Belanda untuk menjadi buruh kebun tembakau. Ibu si istri juga demikian. Bedanya, bapak...
Comments
Post a Comment